Home Novel Cinta Cerita Cinta Dua Manusia
Bab 43

...1999...

 

Berita pertama yang aku terima pagi itu ketika sampai di pejabat adalah mengenai cuti tanpa gaji yang diambil secara mengejut oleh Zakuan selama setengah tahun. Aku tidak tahu apa yang harus aku rasa setelah mendengar berita tersebut. Marah, geram, lega, puas semuanya bercampur-aduk, namun rasa-rasa itu tetap tidak dapat menarik kembali apa yang yang telah dilakukannya terhadap aku dan juga Hakimi semalam.

            

Berita kedua yang aku terima adalah mengenai Hakimi. Setelah hampir satu jam merenung meja yang kosong, aku terdengar Aisya memberitahu Puan Alia yang Hakimi bercuti sakit selama seminggu. Hatiku dipagut rasa ingin tahu, tetapi aku takut untuk menghubunginya.

            

Sambil otak menerawang mengingati Hakimi, aku berlalu ke pantri untuk membancuh air. Di depan pintu bilik Putri,aku bertembung dengan gadis yang hari ini agak ranggi dengan sepasang suit kulit bewarna hitam dengan baby-t pink di bahagian dalam sedondon dengan warna tudung. Belum pun sempat aku berpatah balik, Putri sudah menggamitku.

            

“Kita borak-borak sikit, jom?” Dengan langkah yang bagai diheret-heret, aku membontoti Putri.

            

Di pantri, Putri menawarkan diri untuk membancuh air untukku.

            

“Kimi cuti sakit seminggu...” itu mukadimahnya, dan aku terus diserang rasa berdebar-debar.


Pasti Hakimi sudah memberitahu kepada Putri yang akulah punca dia bercuti sakit selama itu. Putri mengambil tempat bersetentang denganku dan menghulurkan mug yang masih berwap.

            

“Dia first crush Putri...Kimi lelaki pertama yang pernah Putri cium.” aku terkerut. Cerita apa ini? Wajahku mendadak berubah. Kenapa aku harus mendengar semua ini?

            

“Saya ada kerja...” cepat-cepat aku bingkas tetapi pergerakanku ditahan.

            

“Duduklah dulu, please...” melihatkan mukanya yang penuh berharap, aku batalkan niatku. Aku kembali duduk.

            

Seketika kemudiannya kesunyian mengambil tempat. Putri, aku lihat bermain-main dengan mug di tangannya. Sementara aku pula menggodek saki-baki Milo yang tidak larut di dalam mugku yang sudah hampir kosong dengan hujung sudu.

            

“Zakuan cuti enam bulan...Kimi cuti seminggu. Haiiii...” Putri mengeluh panjang, tetapi aku tidak tahu apa yang dikeluhkannya. “Lisa tak rindu ke?”

            

“Pada siapa? Zakuan ke?” Mendengarkan jawapanku, Putri ketawa halus.

            

“Zakuan buat apa? Tak berbaloi rindu kat orang macam dia. Pada Kimi la...” aku tunduk.


Apa yang harusaku jawab? Perlukah aku memberitahu bagaimana bentuk perasaanku terhadap Hakimi selama ini kepada Putri? Tapi untuk apa?


“Putri kenal Kimi waktu family dia pindah kat rumah sebelah. Waktu tu Kimi darjah tiga, Putri darjah dua. Sebab kami dua-dua anak tunggal, jadi kami cepat rapat. He was my first crush, you know...” aku paksa diri untuk tersenyum.


Kenapa dia menceritakan semua ini kepada aku? Mungkinkah ini adalah salah satu cara Putri untuk memberitahu bahawa Hakimi adalah miliknya?


“Umm...ingat lagi, waktu Putri darjah lima, Putri pernah kiss Kimi waktu dia tidur atas buaian kat rumah Putri. Terkejut sungguh Kimi waktu tu. Waktu tu juga Putri beritahu Kimi yang Putri nak kahwin dengan dia.” Kemudiannya Putri berhenti.


Dia menghela nafas dalam-dalam. Kemudiannya dia tergelak.


“Tapi Kimi kata Putri gila. Kelakar,kan?”


“Kenapa cerita kat saya semua ni?” Putri mengulum senyum mendengarkan soalanku.


“Dua tahun lepas tu, mami dengan babah bercerai. Putri kena ikut mami ke Brunei.” 

Tanpa mengendahkan pertanyaanku, Putri menyambung cerita. “Selama kat sana, sampailah hari Putri balik semula ke sini, Putri masih harap yang satu hari nanti Putri akan kahwin dengan Kimi. Tapi...” tangannya berhenti memusing-musingkan mug. Terkesima aku apabila melihat dia menyeka airmatanya.


“Putri...kenapa ni?” Dia menggeleng. Tetapi airmatanya semakin laju menuruni pipi.


“Waktu Putri tengok Kimi hari pertama korang berdua kat sini, Putri dah tau dah yang Kimi was not mine anymore...especially bila tengok dia mengamuk waktu Lisa ‘hilang’.” Terkedu aku mendengarkan kata-kata yang lahir dari mulut Putri.


“Apa Putri cakap ni?” Putri memberikan tumbukan lembut ke bahuku.


“Tak payah buat-buat tak faham, Lisa. Mula-mula tu, Putri memang rancang nak rampas balik Kimi dari Lisa, tapi, lepas Putri jumpa dengan bonda minggu lepas, lepas dengar cerita-cerita bonda tentang Lisa dan lepas apa yang berlaku malam tadi, Putri tahu...Kimi memang akan jadi first crush Putri sampai bila-bila...”


“Putri...” aku ingin menghabiskan kata-kata, tetapi aku tidak tahu apa yang harus aku katakan.


“Lisa, Putri tahu...Kimi sayang Lisa, Lisa pun sayang Kimi...kenapa nak sorok-sorok perasaan tu? Kan menyakitkan diri sendiri namanya tu? Lisa ‘sakit’ tengok Putri dengan Kimi, Kimi pulak ‘sakit’ bila tengok Lisa dengan Zek...untuk apa semua tu?”


“Kitorang kawanaje...” balasku, masih cuba mengelak, tapi dalam suara yang tidak pasti.


“Ohh...come on,Lisa! Bukan sekali dua Putri nampak Lisa lari bila Putri datang tempat Kimi. Itu belum lagi kes curi-curi tengok...” giliran aku pula yang menyeka airmata.


“Kimi anggap Lisa tak lebih dari kawan. Dia pernah beritahu yang dia anggap Lisa kawan baik dia...” Putri mengensot, menarik kerusinya lebih dekat denganku dan meletakkan tangannya ke atas bahuku.


“Trust me...Lisa tak bertepuk sebelah tangan. Umm..sebenarnya, Putri terkejut jugak bila dapat tahu yang Kimi cuti sakit sampai seminggu sebab malam tadi elok aje dia berborak dengan Putri. Entah wayar mana yang putus kat kepala dia, dah kena tumbuk pun boleh gelak-gelak lagi bila dapat tau yang Lisa tak apa-apa...”


Aku angkat kening, memandang ke arah Putri dengan pandangan tidak faham.


“Sebenarnya,Putri yang beritahu dekat Kimi pasal Zek. Dia pernah ada kes kat ofis ni. Bila Kimi bagitau yang korang berdua nak keluar, kitorang plan intip korang. Putri yang bagi nombor plat kereta Zek, dan suruh dia ikut you guys dari belakang.”


“Putri...” luahku dalam nada tidak percaya.


Sesungguhnya aku tidak sangka manusia yang selalu mendapat prasangka buruk daripadaku, rupa-rupanya lebih baik dari apa yang aku agakkan.


“Janganlah buat muka macam tu...Tapi Lisa kena promise, yang Lisa takkan mainkan Kimi. Kalau Kimi mengadu apa-apa, jagalah, siap Lisa Putri kerjakan...” Ayat terakhir Putri membuatkan kami sama-sama tergelak. “Kalau Lisa pergi tengok Kimi petang nanti,  tolong kirim salam kat dia.”


“Jomlah pergi tengok sekali...” Putri memandangku dengan pandangan tidak percaya.


“Lisa tak kisah ke?” Tergelak aku mendengarkan pertanyaannya.

“Mestilah tak kisah. Menziarah orang sakit ni kan besar pahalanya?”

Tersengih Putri mendengarkan tazkirah ringkasku.

Previous: Bab 42
Next: Bab 44

Portal Ilham tidak akan bertanggungjawab di atas setiap komen yang diutarakan di laman sosial ini. Ianya adalah pandangan peribadi dari pemilik akaun dan ianya tiada kaitan dengan pihak Portal Ilham.

Portal Ilham berhak untuk memadamkan komen yang dirasakan kurang sesuai atau bersifat perkauman yang boleh mendatangkan salah faham atau perbalahan dari pembaca lain. Komen yang melanggar terma dan syarat yang ditetapkan juga akan dipadam.