Home Novelet Islamik Ketika Senja Berkata Cinta
Ketika Senja Berkata Cinta
Asfahul Muhib
7/4/2020 04:09:11
52,055
Kategori: Novelet
Genre: Islamik
Part 16

"Kamu jangan pulang dulu ya Rul, hari ini lo hari jum'at, pesantren juga masih libur."

Zahra mencegah Nurul yang berniat pulang hari ini.

"Iya juga sih, tapi apa gak kelamaan aku numpang hidup di rumahmu, Ra? Hehehee."

Nurul menjawab rengekan Zahra sambil membersihkan meja dan kursi tanpa menoleh, keduanya sedang sibuk melakukan tugas masing-masing.

Nurul sudah merasa seperti di rumah sendiri, apalagi Zahra juga sudah seperti saudaranya. Seperti di pesantren, mereka hampir selalu melakukan kegiatan bersama-sama.

Di rumah Zahra, Nurul tidak sungkan lagi membantu Zahra membereskan rumahnya, mulai menyapu, cuci piring dan pekerjaan rumah yang lain.

Meskipun ada pembantu tapi mereka merasa risih jika pagi-pagi harus duduk-duduk berpangku tangan atau menonton tv. Kebiasaan yang terbentuk di pesantren telah mempengaruhi mereka.

"Halaah alasan saja, kamu mau tinggal di sini selamanya ya aku malah bersyukur, wong kamu tau sendiri aku clingukan seperti orang ilang kalau gak ada kamu"

"Hehehe ya sudah aku tidak akan pulang dulu sampai sore ini, lumayan makan gratis"

"Tenang, kalau cuma makan ya seadanya itu" Zahra senang sekali mendengar jawaban Nurul, artinya sampai sore ini Zahra masih punya teman di rumahnya.

"Assalamu'alaikum."

Seseorang mengucapkan salam dari arah pintu. Nurul dan Zahra berpandangan.

"Wa'alaikumussalam warohmatullah." Keduanya menjawab bersamaan.

"Oh, Kang Din, silahkan masuk Kang."

Nurul mempersilahkan Kang Din duduk.

"Iya terimakasih, apa di sini tidak ada handphone yang ketinggalan, ya?"

"HP siapa, Kang?" Tanya Zahra.

"Handphone saya, semalam sehabis ngaji di sini saya kan pulang ke pesantren. Pas sampai di pesantren HP saya sudah tidak ada di saku, mungkin saja ketinggalan di sini. Jadi pagi-pagi saya sudah datang kesini."

"Waduh kok sepertinya tidak ada ya Kang, kamu tadi lihat gak, Rul?"

"Nggak tu." jawab Nurul.

"Oalah ya sudah, berarti jatuh di jalan, semalam saya memang ngebut naik motornya."

"Oalah Kang, Kang."

"Gak apa-apa kok, nanti kalau ada rezeki ya beli lagi, hehee ya sudah saya pamit dulu."

"Lo lo lo gak sarapan dulu, Kang?"

"Nggak, ya malu to. Assalamu'alaikum."

Kang Din pun pergi.

"Wa'alaikumsalam, hati-hati, Kang!"

Nurul dan Zahra berpandangan merasa lucu melihat Kang Din yang malu-malu saat di tawari sarapan. Keduanya lalu melanjutkan aktivitasnya, beres-beres rumah.

***

Sisa-sisa kesedihan di hati Zahra belumlah lenyap sepenuhnya. Dia merebahkan tubuhnya bermaksud menenangkan hati dan fikirannya. Sesekali Zahra masih sesenggukan jika mengingat ayahnya.

Kenapa begitu tragis kronologinya? Kenapa harus ayahnya yang mengalami itu semua? Zahra merasa begitu sedih dan kesepian.

Semenjak Nurul pamit untuk kembali ke pesantren, keceriaan Zahra semakin hilang. Teman yang paling mengerti hanyalah Nurul, mengerti dan peduli.

Zahra merindukan pesantren tapi tak ingin kesana. Ada alasan khusus untuk tidak berangkat ke pesantren, padahal di sanalah pertama kalinya dia kenal dengan Nurul, gadis yang awalnya dianggap aneh karena menyukai hal-hal yang sederhana. Gadis sederhana yang seleranya sederhana.

"Ra, Zahra..." Terdengar suara memanggil dari balik pintu kamarnya.

"Iya, Bu! Masuk saja."

Ibunya masuk dan mendekatinya yang sedang berbaring di ranjang.

"Kamu sedang apa, Ra?"

"Nggak ada, Bu, Zahra masih berfikir kapan berangkat ke pesantren lagi? Tapi nanti kalau Zahra ke pesantren Ibu akan sendirian, apa Zahra tidak usah ke pesantren ya Bu?"

"Jangan, kamu harus kembali ke pesantren, belajarmu harus sampai selesai, harus sampai lulus. kamu itu beruntung, ada biaya untuk pendidikanmu. Ibu tidak apa-apa sendirian di rumah, rumah ini rame kok. Tiap hari banyak karyawan yang ke sini.

"Tapi, Bu. Zahra tidak tega meninggalkan ibu."

Zahra bangun lalu memeluk ibunya yang duduk di samping tempatnya berbaring, di bibir ranjang tempat tidur.

"Lho Ibu lebih tidak tega lagi kalau kamu tumbuh menjadi gadis yang tidak punya bekal ilmu agama. Ini tanggung jawab ibu, apa kamu tega jika nanti di akhirat ibu masuk neraka gara-gara membiarkan anak gadisnya tidak mengerti ilmu agama, padahal kesempatan untuk mempelajarinya ada? Bagaimana ibu menjelaskan jika ditanya kemana harta ibu dibelanjakan, ditasyarufkan? Kok sampai anaknya buta dengan ilmu agama."

"Zahra kan sudah mempelajarinya, Bu. Cukuplah beberapa tahun ini Zahra di pesantren. Zahra ingin menemani Ibu." Zahra bersikeras.

"Kamu belajarnya belum selesai kan, Ra? Alfiyahmu masih belum khatam. Kamu ini punya kesempatan, kamu tidak ada udzur yang menghambat belajarmu.

Dulu Kyai ibu memberi nasihat kepada ibu. Jika sebuah tanaman itu belum dewasa, belum cukup umurnya, tanaman itu tidak akan pernah berbuah meski sesubur apapun pertumbuhannya, sebaliknya jika tanaman itu sudah cukup dewasa, sudah berumur, ia akan berbuah meskipun pertumbuhannya antara hidup dan mati, ibu merasa ilmumu belum dewasa, ibu ingin ilmumu nanti ada buahnya.

Ibu memang mengharap kau menjadi gadis cerdas atau pintar saat proses belajarmu, tapi yang lebih ibu harap ta'dhimlah pada guru, hormati gurumu, mulyakan mereka sebagaimana mereka harus dimulyakan. Agar kau kelak bisa mendapat buah ilmu. Jangan pernah jadi orang yang cerdas, yang pandai, tapi sejatinya kosong. Ilmu pengetahuannya justru menjadikannya sombong.

Ibu selalu berdo'a supaya kamu mendapat ilmu yang bermanfaat, yang bisa menolong agamamu. Salah satu ciri ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang bisa membuat Empunya semakin bertakwa.

Bukankah begitu?"

"Iya, Bu."

Zahra memeluk ibunya semakin erat, air mata Zahra menetes dan terus menetes terurai. Nasihat ibunya masuk ke kalbunya begitu mendalam. Dalam hati, Zahra terus mengulang-ulang do'a Nabi Yunus ketika di dalam perut ikan "La ilaha illa anta, subhanaka inni kuntu minaddholimintidak ada tuhan selain engkau (Allah), maha suci engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang dholim."

"Sudah, ayo lekas tidur, sudah malam. Besok lagi kita bicarakan kapan kamu berangkat ke pesantrennya. Ibu kesini tadi sebenarnya ingin tidur di sini bersama kamu. Boleh, kan?"

Zahra mengangguk menyeka air matanya, kemudian keduanya berbaring. Zahra terus memeluk ibunya yang mendekapnya seperti bayi. Inilah cinta, dan Zahra begitu bersyukur untuk malam ini.

***

Di dalam kamar A13, Nurul belum bisa terlelap. Angan-angannya menerawang begitu jauh. Kadang timbul sebuah pertanyaan di hatinya tentang masa depannya. Mau jadi apa kelak?

Nurul merasa belum siap jika harus menghadapi kehidupan, belum siap jika harus terjun bermasyarakat. Dia merasa Ilmunya masih sangat jauh dari cukup untuk bekal bermasyarakat.

Timbul juga pertanyaan seperti apa rupa suaminya kelak, andai saja Allah mengizinkannya mengintip catatan jodohnya di lauh mahfudz, tentu pertanyaan ini tidak perlu muncul.

Nurul hanya berdo'a semoga Suaminya adalah Imam yang benar-benar bisa menolong agamanya, Imam yang akan mengajaknya menaiki bahtera menuju surga. Tapi siapa Imam itu?

Kang Hanif sudah tidak ada harapan. Tapi andaikan Kang Hanif hendak poligami, hendak beristri dua. Dan Nurul terpilih menjadi istri ke-dua. bagaimana Nurul harus menjawab?

"Astaghfirullah."

Nurul segera bangkit dari tidurnya, menyadari lamunannya terlalu jauh dan itu adalah hal sia-sia.

Kemudian dia keluar kamar dan berjalan menuju tempat wudhu. Nurul tersenyum sendiri. Setan benar-benar telah memperdayanya. Mengarahkan akalnya untuk memikirkan hal yang tiada berguna. Kang Hanif adalah masa lalu.

Nurul memperkuat niatnya akan menghapus nama Kang Hanif dari hatinya untuk selama-lamanya.

Setelah Wudhu Nurul kembali kekamar, kali ini dia membaringkan tubuhnya sambil membawa tasbih.

"La haula wa la quwwata illa Billah, tiada daya dan upaya kecuali dengan dan karena Allah."

Nurul mengucapkannya berulang-ulang. Sadar bahwa manusia tidak bisa luput dari kesalahan. Dia ingat kalau Lafadz ini bermakna bahwa tidak ada seorang pun yang luput dari dosa, tidak ada seorang pun yang bisa menghindari dosa, tidak ada seorang pun yang punya kekuatan untuk menolak melakukan dosa, kecuali karena pertolongan Allah.

Dalam Hatinya Nurul memohon kepada Allah agardiberi pertolongan untuk tidak melakukan dosa. Dia memohon dan terus memohonhingga matanya terlelap, hingga rowan keluar dari badannya dan tertidur pulas.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Baca Selengkapnya di Google Play Book di HP AndaTemukan di Aplikasi Playstore Book dengan Mengetikkan Judul Ketika Senja Berkata Cinta


Ketika Senja Berkata Cinta menjadi Novel Terlaris di Google Playbook Store, anda akan mudah menemukanya pada daftar novel romantis populer.


Portal Ilham tidak akan bertanggungjawab di atas setiap komen yang diutarakan di laman sosial ini. Ianya adalah pandangan peribadi dari pemilik akaun dan ianya tiada kaitan dengan pihak Portal Ilham.

Portal Ilham berhak untuk memadamkan komen yang dirasakan kurang sesuai atau bersifat perkauman yang boleh mendatangkan salah faham atau perbalahan dari pembaca lain. Komen yang melanggar terma dan syarat yang ditetapkan juga akan dipadam.

Karya lain oleh Asfahul Muhib