Di hujung senja, ada seorang penenun bayang
menjahit luka dengan benang bisu,
menyulam sabar di hela nafas yang tak terdengar.
Di wajahnya,
terpahat senyum selembut kapas,
namun di dasar matanya,
ombak tak pernah benar-benar reda.
Ia menanam duka dalam pasu diam,
disirami air doa dan sabar yang panjang,
moga kelak tumbuh pohon harapan
yang berbuah bahagia di musim yang dijanjikan.
Tiap detik yang melintas,
ialah langkah di atas kaca bening
tak berdarah di mata yang memandang,
namun retak-retak halus di dasar hati
bernyanyi lirih tanpa suara.
Ia bukan tak mahu bicara,
hanya memilih menjadi langit
yang menampung gerimis dalam awan,
agar pelangi milik yang lain
terus bersinar tanpa terpalit kelabu.
Dan jika kau bertanya,
apakah ia baik-baik saja
dengarkan hembus angin yang melintas,
kerana di sanalah jawabnya bersembunyi,
rapi⦠tanpa pernah meminta sesiapa pun
mengerti.