Home Novelet Islamik Ketika Senja Berkata Cinta
Ketika Senja Berkata Cinta
Asfahul Muhib
7/4/2020 04:09:11
52,081
Kategori: Novelet
Genre: Islamik
Part 10

Di pondok putri, di dalam kamar A13, Zahra merasa tidak enak hati dengan Nurul, tak ubahnya Nurul juga merasa tidak enak hati dengan Zahra.

Bagaimanapun, permasalahan harus dimusyawarahkan. Nurul baru selesai bercerita perihal surat kang Hanif. Maksud dan tujuan surat juga diceritakan.

"Begitulah, ceritanya, Ra. Di dalam suratnya, Kang Hanif juga cerita ketika dia menjengukmu di RS beberapa waktu lalu itu. Apakah kamu mengatakan sesuatu waktu itu?"

Zahra tertunduk ketika ditanya tentang itu. Dia tidak tahu harus menjawab bagaimana, memulai kata-katanya dengan apa? Zahra diam, hatinya bergemuruh, ini berkaitan dengan perasaannya, dengan cintanya. Sekian lama Zahra tetap tidak bisa berkata, butir-butir bening pun merayap keluar dari kedua matanya yang sendu.

"Ya Allah, maafkan aku, Ra, aku tidak bermaksud membuatmu menangis" Nurul segera memeluk Zahra, mengusap-usap pundaknya, memberi kekuatan kepada Zahra yang semakin tergugu.

"Ra, kita ini sudah seperti saudara, tangismu adalah tangisku, sedihmu adalah sedihku, aku tidak mungkin berbahagia dengan melihatmu menderita" Nurul kembali bicara, dia pun ikut menangis. Sementara Zahra belum berbicara sepatah katapun.

Pelukan Nurul semakin erat, dia tidak memperdulikan bajunya yang basah oleh air mata, ketenangan Zahra jauh lebih penting dari sekedar baju yang basah oleh air mata.

"Aku sangat tahu kau mencintai Kang Hanif, bukan kau, tapi kita. Kita sama-sama mencintai kang Hanif. Tidak mungkin aku memakan perasaan saudaraku sendiri. Aku lebih rela sakit dengan melihatmu bahagia, dari pada kau yang merasa sakit, percayalah, Ra!"

Sambil mengusap air matanya, Nurul tetap mencoba menenangkan Zahra. Tangis Zahra mulai reda, kemudian dia melepaskan pelukan Nurul.

Keduanya berpandangan, kemudian sambil terisak Zahra mulai menceritakan apa yang dia ceritakan pada Kang Hanif ketika di RS. Dia juga bercerita bagaimana suatu sore dengan tidak sengaja pada awalnya, dia membuka-buka diary Nurul, hingga dia membaca puisi Nurul. Juga tentang salam Kang Hanif yang di dapur. Lalu suatu malam dia tidak tidur di mushola dan paginya pingsan hingga harus dibawa ke RS.

Hati Nurul benar-benar pedih, Nurul meminta maaf berkali-kali. ternyata selama ini Zahra begitu menderita karenanya. Diapun menceritakan isi surat Kang Hanif secara detail. Menceritakan perasaannya ketika Zahra mengungkapkan bahwa semakin semangat ketika diajar Kang Hanif.

"Tapi, Ra, meskipun keadaan kita seperti ini, jangan sekali-kali kita menjadi musuh. Kita tetap saudara. Kita harus sama-sama sadar memang perasaan kita bukanlah sebuah sepeda gayung yang kita akan mudah menyetirnya seenak hati, jadi sebaiknya kita bertawakkal. Kita harus yakin bahwa nama suami kita sudah tertulis di lauh mahfud, jadi kita tidak perlu menuruti kesakitan perasaan kita."

Zahra mengangguk, Zahra merasa beruntung sekali punya sahabat sebijak Nurul. Keduanya lalu mencoba tersenyum, kemudian menceritakan kehidupan masing-masing, menceritakan masa kecilnya masing-masing. Mereka sepakat lebih enak jadi anak kecil, belum tahu cinta, belum tahu rumitnya perasaan, belum tahu sulitnya tantangan kehidupan, anak kecil selalu ceria.

"Ah, tapi kalau jadi anak kecil terus ya nggak nikah-nikah dong." Zahra memberikan celotehan yang membuat mereka tertawa lagi.

Akhirnya mereka mengantuk. Dalam hati, Nurul berdo'a semoga Kang Hanif akan menjadi jodoh Zahra. Nurul merasa tak perlu takut sakit hati, karena jika yang mengatur semuanya adalah Allah, maka sakit hati itu juga pasti sudah diatur oleh Allah. dan untuk orang-orang yang bertaqwa, Allah senantiasa menurunkan rahmat.

"Rul..., kita belum berwudhu lo." tiba-tiba Zahra membangunkan Nurul yang hampir tertidur.

"Oh, iya, Ra." dengan agak malas akhirnya Nurul bangkit juga untuk berwudhu.

Keduanya lalu pergi ke tempat wudhu bersama, mereka berdua selalu ingat semuanya memang harus diniatkan untuk ibadah, termasuk tidur. Tidur adalah latihan mati, rugi kalau tidur hanya digunakan sebagai pelepas lelah dan pemuasan rasa kantuk.

***

Tidak puas hati Hanif membaca surat itu cuma sekali, dadanya bergemuruh, dibaca kembali dengan perlahan-lahan mulai awal.

¤Kepada : Ustadzi Kang Hanif Kholilullah

Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh

Bismillahirrohmanirrohim.

Salam hangat, sehangat cinta di hati ................. untuk Kang Hanif yang jika dimajazkan sanggup meleburkan rasa dingin di musim dingin negara Eropa.

Nurul tidak tahu harus memulai dari mana. Semoga kata-kata di bawah ini tersusun rapi, tidak seperti perasaan Nurul sekarang.

Kang Hanif, Nurul adalah seorang murid. Seperti kata Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah, bahwasannya beliau sanggup menjadi hamba bagi siapapun yang telah mengajarkannya satu huruf. Maka saya sudah sepantasnya mengikuti apa yang di contohkan oleh Sayyidina Ali, Menantu Rosulullah.

Surat yang Kang Hanif kirimkan membuat saya merasa sangat terhormat. Setelah saya baca dengan teliti, dan saya fikirkan dengan berbagai pertimbangan serta saya musyawarahkan dengan keluarga, maka tertulislah surat ini sebagai balasan.

Alhamdulillah, sangat beruntung saya mempunyai Guru yang sangat bijaksana seperti Kang Hanif. Di dalam surat Kang Hanif tidak menuliskan perintah. Andaikan Kang Hanif menuliskan itu, maka menyempurnakan separuh agama bersama Kang Hanif adalah menjadi pilihan kewajiban saya.

Sejujurnya apa yang Kang Hanif tulis adalah berita gembira buat saya. Tapi, Kang Hanif juga perlu mengetahui, berita gembira itu sekaligus menjadi berita yang menyayat hati, kenapa?

Karena Zahra, sahabat terbaik dan sudah saya anggap sebagai saudara, sebenarnya juga mengharap-harap namanya bisa menempati "Titik-titik" pada kalimat di atas, di "Salam Hangat".

Nurul saat ini ingin menjadi yang sangat dekat dengan Kang Hanif, Demi kebaikan bersama, anggaplah Nurul ini sebagai adik Kang Hanif. Saudara Kang Hanif yang sangat disayangi.

Mohon kemafhumannya, Mohon kemaafannya, Mohon kemaklumannya.

Nurul telah menjadi murid yang kurang taat.

Wassalamu'alaikum Warohmatullah Wabarokatuh.

¤Nurul Hidayatul Husna.

Hanif begitu terenyuh. Matanya berkaca-kaca. Butiran bening pun menetes dari kedua sudut matanya.

Surat itu terlihat ditulis dengan jiwa yang menderita. Kata-katanya kurang teratur. Padahal Nurul termasuk ahli mengolah bahasa. Dan ternyata isi surat itu jauh dari perkiraannya bahkan berbalik lebih dari seratus derajat.

Kenapa sifat Nurul begitu mulia? Kemulian hati terkadang menyakiti. Menyakiti hatinya sendiri dan hati yang lain. Demi saudaranya, Nurul mengorbankan perasaanya. Tapi jika benar Zahra mempunyai perasaan yang sama sesuai apa yang diceritakan Nurul, berarti Zahra adalah gadis yang sama dengan Nurul. Dia bercerita di RS waktu itu dengan gaya seolah-olah bahagia jika Hanif bisa bersanding dengan sahabatnya. Berarti saat itu Zahra juga sedang mengorbankan perasaannya.

"Ah wanita, mengapa kau begitu rumit?" Hanif menggumam.

Kemudian dia membaringkan badannya. Memakai bantal yang agak tinggi. Mengerjap-ngerjapkan matanya dan mengusap air matanya dengan sorban yang dibawanya.

Surat itu lalu dilipat rapi, dimasukkan amplop dan ditaruh di lemari kembali. Untung saja di kantor sedang sepi. Tidak ada seorang pun yang melihatnya sedang patah hati.

Dia kemudian mentadabburi apa yang telah terjadi. Mencoba menenangkan diri. Dia tidak mau menjadi lelaki yang mentalnya jatuh karena seorang perempuan. Tapi apalah daya, ternyata Nurul lebih sempurna dari yang dia kira. Dan cintanya tidak mungkin dihapusnya begitu saja.

Hanif jadi teringat Anggun, gadis dari kampung tetangganya yang mengejar-ngejarnya dan ingin menjadi pacarnya dulu sewaktu SMA, Anggun memang cantik luar biasa, bahkan bisa dibilang kecantikannya 3 kali lebih cantik daripada Nurul. Tapi buat apa kecantikan itu jika kelakuannya buruk.

Bahkan di suatu kesempatan Anggun pernah mencium pipinya dari belakang. Dan Anggun bangga melakukan itu.

"Astaghfirullah." Hanif beristighfar mengingat kejadian masa lalu itu.

Dia lalu mengingat Hadist Nabi tentang wanita.

"Iyyakum wa khodroad diman! Qila : ma khodroud diman, Qola : Almar^atul hasna^u fil manbitis suu^i."

Jauhkanlah dirimu dari khodro-uddiman! "Beliau ditanya: Apa khodro-uddiman itu? "Beliau menjawab, "Wanita yang cantik tapi dibesarkan dalam lingkungan yang busuk" (HR. Daruquthni, dari al-waqidi)

Terasa sekali Nurul benar-benar gadis yang berbeda. Sangat berbeda dengan Anggun. Sangat sulit untuk tidak mencintai Nurul. Tapi mau bagaimana jawaban Nurul sudah menjelaskan semuanya.

"Sawabiqul himam la takhruqu aswarol aqdari."

Artinya, Himmah (kuatnya kemauan) yang bergelora, tidak mampu mengoyak tabir takdir Allah.

Hanif jadi teringat perkataan Syekh Ibnu Atho-illah As-sakandary dalam kitab Al-Hikam itu. Dia berkesimpulan, kalau memang Nurul jodohnya, maka pasti suatu saat dia akan menjadi pendamping atau istrinya. Tapi kalau tidak, sekuat apapun usahanya akan sia-sia. Maka patah hati itu sesungguhnya sia-sia. Tapi bagaimana lagi, inilah yang dirasakannya.

Kejadian-kejadian yang menimpanya, semakin membuatnya kagum dengan kepribadian Nurul dan Zahra. Zaman sudah semakin tua, tapi ternyata masih ada gadis setangguh kedua orang itu. Dia merasa semua itu sudah rencana Allah. Memang kejadian yang harus terjadi. Dan dia tak mungkin kuasa untuk menghindari.

Malam selasa kemarin adalah malam terakhirnya mengajar Qiro'at. Malam terakhirnya bersua Nurul dan Zahra, dua gadis yang telah masuk dan tertulis dalam sejarah hidupnya. Pak Syarif sudah datang dari tanah suci. Dan mulai malam Selasa depan, beliau sudah aktif mengajar kembali. Sebenarnya ada sedikit harapan di hati, kalau saja Pak Syarif agak lebih lama lagi di tanah suci.

Pagi ini dia sudah membuat sebuah surat balasan. Namunsurat itu ditujukan untuk Nurul dan Zahra. Dia berharap keduanya bisamembacanya bersama-sama.


Previous: Part 9
Next: Part 11

Portal Ilham tidak akan bertanggungjawab di atas setiap komen yang diutarakan di laman sosial ini. Ianya adalah pandangan peribadi dari pemilik akaun dan ianya tiada kaitan dengan pihak Portal Ilham.

Portal Ilham berhak untuk memadamkan komen yang dirasakan kurang sesuai atau bersifat perkauman yang boleh mendatangkan salah faham atau perbalahan dari pembaca lain. Komen yang melanggar terma dan syarat yang ditetapkan juga akan dipadam.

Karya lain oleh Asfahul Muhib